top of page
Gambar penulisPSII Indonesia

Tantangan Hunian dan Mobilitas Masyarakat Perkotaan yang Efektif dan Efisien



Pada umumnya, masyarakat perkotaan di Indonesia masih banyak yang tinggal di hunian berupa rumah tapak, yakni jenis rumah yang memiliki halaman dan biasanya berdiri sendiri di atas sebidang tanah. Jenis hunian ini sering dipilih karena memberikan ruang yang lebih luas dan privasi yang lebih baik dibandingkan dengan apartemen atau rumah susun. Selain itu stereotype beberapa masyarakat Indonesia yang masih menganggap bahwa mempunyai hunian tempat tinggal haruslah memiliki tanahnya juga, hal ini tidak dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki rumah susun. Meskipun tren hunian vertikal mulai berkembang di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, hunian rumah tapak masih mendominasi dan menjadi pilihan populer terutama di kalangan keluarga yang menginginkan area yang lebih luas untuk aktivitas sehari-hari.


Sementara mobilitas masyarakat perkotaan di Indonesia sering kali bergantung pada kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sistem transportasi umum yang ada dan ketidaknyamanan dalam penggunaan angkutan umum. Kendaraan pribadi memberikan fleksibilitas dan kenyamanan yang lebih besar, terutama dalam menghadapi kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di kota-kota besar. Namun, ketergantungan pada kendaraan pribadi juga berkontribusi pada masalah kemacetan lalu lintas dan polusi udara, yang menjadi tantangan besar bagi perencanaan kota dan upaya perlindungan lingkungan di kawasan urban Indonesia.


Untuk mengatasi tantangan hunian masyarakat di perkotaan, pemerintah dan pengembang perumahan dapat mempromosikan lebih banyak pembangunan rumah susun yang terjangkau dan berkelanjutan. Rumah susun menawarkan solusi efektif dalam memanfaatkan lahan yang terbatas secara vertikal, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap ketersediaan lahan dan mengurangi urban sprawl. Dengan pemilihan lokasi yang strategis di pusat kota atau akses yang baik dan terintegrasi ke transportasi umum, rumah susun dapat memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi penghuninya terhadap fasilitas umum, tempat kerja, perbelanjaan, dan layanan publik lainnya. Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang mendukung pengembangan infrastruktur rumah susun serta memperhatikan kebutuhan akan ruang terbuka dan fasilitas publik dalam perencanaan kota.


Dalam memperbaiki mobilitas masyarakat perkotaan, pengurangan ketergantungan pada kendaraan pribadi dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas dan aksesibilitas transportasi umum. Investasi dalam jaringan transportasi publik yang efisien dan terintegrasi seperti kereta api (LRT, MRT, Commuterline), Bus Rapid Transit (BRT), dan moda transportasi berbasis listrik dapat membantu mengurangi kemacetan dan polusi udara. Peningkatan layanan transportasi umum ini harus didukung oleh kebijakan yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi dengan memperluas area pejalan kaki, jalur sepeda, dan fasilitas penunjang lainnya untuk berjalan kaki. Sehingga, transisi dari mobilitas berbasis kendaraan pribadi ke transportasi umum yang lebih ramah lingkungan dapat memberikan solusi yang berkelanjutan dalam menjaga kualitas hidup di perkotaan Indonesia.


Beberapa dekade terakhir ini, terlihat tren perkembangan transportasi umum dan hunian rumah susun meskipun hanya terbatas pada kawasan Jabodetabek dan sekitarnya. Dimulai dari pembangunan Transjakarta yakni sistem transportasi berjenis Bus Rapid Transit (BRT) pada tahun 2004 yang hingga saat ini sudah melayani sebanyak 1,1 Juta penumpang per hari di 14 koridor sepanjang 251 Km. Selain itu, ada Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline yang bertransformasi sekitar tahun 2011-2013 dari transportasi yang kurang nyaman dan kurang tertata menjadi transportasi yang nyaman dan manusiawi. KRL di Jabodetabek melayani 1,2 Juta penumpang per hari dengan rute sepanjang 418 Km di 5 Jalur. Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya diresmikan moda transportasi umum baru seperti MRT Jakarta dan LRT Jakarta pada tahun 2019 dan LRT Jabodebek pada tahun 2023. 


Sistem transportasi tersebut harus saling berintegrasi dengan nyaman untuk para penumpang agar memudahkan berpindah ke jalur transportasi lainnya. Stasiun-stasiun yang saling bersilangan atau bersinggungan satu sama lain dapat dibuat area integrasi yang menghubungkan stasiun tersebut. Seperti pada integrasi pada area dukuh atas di Jakarta Pusat yang menghubungkan stasiun KRL, MRT, dan LRT, integrasi pada stasiun KRL Kebayoran dengan Halte Velbak Transjakarta di Jakarta Selatan, dan lainnya. Pada perkembangannya semua rute transportasi umum yang bersilangan dapat diintegrasikan satu sama lain seperti pada rencana MRT fase 4 outer-ring line. Selain itu, fasilitas transportasi umum yang nyaman, ekstensif (mencakup area yang luas), dan tarif yang terjangkau dapat menarik minat masyarakat untuk beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum.


Pembangunan transportasi umum ini turut mendorong pembangunan hunian rumah susun/ apartemen untuk dibangun berdekatan dan terintegrasi dengan transportasi umum. Seperti apartemen yang terintegrasi dengan Stasiun KRL Pondok Cina di Kota Depok, apartemen yang berdekatan dengan stasiun LRT Jabodebek Jatimulya di Kota Bekasi, dan lainnya sudah menjadi tren di Jabodetabek. Hal ini dapat mendorong minat masyarakat untuk bertempat tinggal di rumah susun karena aksesibilitasnya dengan transportasi umum yang mudah dicapai. Selain itu dengan adanya fasilitas “ruang ketiga” seperti taman, tempat olahraga, tempat bermain, dan fasilitas lainnya dapat menjadi area pengganti halaman/ruangan yang luas pada hunian rumah tapak bagi penghuni rumah susun. Pemerintah serta pengembang perumahan dapat bekerja sama untuk membangun rumah susun yang terjangkau atau bersubsidi untuk mendorong minat masyarakat menempati rumah susun.


Stasiun-stasiun yang terintegrasi dan terhubung dengan rumah susun dan fasilitas pendukungnya dapat terbentuk sebuah area yang dinamakan Transit Oriented Development (TOD). TOD dapat diartikan sebagai konsep pengembangan kota yang memaksimalkan penggunaan lahan yang bercampur (hunian, tempat belanja, dan lainnya) dan terintegrasi dengan angkutan umum massal dengan mendukung fasilitas jaringan jalan bagi pejalan kaki atau sepeda, serta tempat pemberhentian kendaraan umum dan fasilitas parkirnya. Dengan demikian, transportasi umum yang saling berintegrasi dan aksesibilitas yang mudah dengan rumah susun mampu menjawab tantangan untuk hunian dan mobilitas masyarakat perkotaan yang efektif dan efisien. Diharapkan perkembangan ini tidak hanya terjadi di Jabodetabek, melainkan menyebar ke kota-kota yang ada di Indonesia.


Korespondensi Penulis

39 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page