top of page
Gambar penulisPSII Indonesia

Solusi Berbasis Alam untuk Menikmati Masa Depan

Bayangkan saat ini adalah tahun 2050 dan kita akan pergi keluar rumah. Hari ini matahari bersinar cerah, tetapi tidak terlalu panas. Kita tahu bahwa sinar matahari memantulkan sinarnya untuk menjaga iklim agar tetap sempurna. Saat perjalanan menuju ke tempat bekerja, dari jendela kaca spion mobil, kita dapat memandangi banyak tanaman yang telah ditanam pada beberapa tahun yang lalu.


Kita keluar dari mobil sambil menatap gedung pencakar langit tempat kita bekerja. Seketika timbul perasaan bahagia karena telah mencapai semua tahapan ini. Namun demikian, kita tidak berhasil dalam menyelamatkan sebagian besar terumbu karang. Kita juga telah kehilangan beruang kutub, penguin, dan beberapa ribu spesies lainnya, sementara banyak negara secara global telah terpukul oleh dampak perubahan iklim.


Sekarang kembali lagi ke tahun 2019. Ketika kita baru saja membaca sebuah artikel tentang “solusi berbasis alam”. Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa geoengineering masa depan adalah satu-satunya cara untuk mengamankan iklim yang layak huni, sedangkan sebagian orang percaya bahwa dengan semua teknologi yang tersedia kita masih perlu belajar dengan alam terlebih dahulu. Solusi berbasis alam telah ada selama ribuan tahun, tetapi baru belakangan ini mulai muncul ke dalam pendekatan konkret dalam perencanaan kota. Hal ini semakin mendapat dukungan lebih luas dari para ilmuwan dan para pengambil keputusan di seluruh dunia.


Kita perlu beradaptasi bersama dengan alam dan tidak bisa terpisah dari alam. Para pendukung pendekatan ini mengatakan bahwa kita perlu fokus pada mitigasi dampak negatif yang berpengaruh terhadap ekosistem secara keseluruhan dan membantu ekosistem tersebut menjadi lebih tangguh dalam menghadapi perubahan lingkungan. Adaptasi berbasis ekosistem menunjukkan bahwa kita perlu berpikir bagaimana masyarakat dan alam dapat beradaptasi secara bersama.


Pendekatan ini bertujuan untuk memulihkan dan membangun kembali habitat alami, melindungi lahan basah, memperkenalkan arkeologi dan agroforestri di kota-kota serta atap dan dinding hijau, dan juga bekerja sama dengan beberapa solusi lain dalam membentuk infrastruktur hijau di lingkungan perkotaan. Terdapat semakin banyak bukti bahwa pendekatan ini telah tergolong berhasil. Sebagai contoh, di dalam menerapkan solusi berbasis alam di kota-kota telah terbukti mengurangi efek cuaca ekstrem, meminimalisir dampak gelombang panas, meningkatkan manajemen badai, dan mengurangi polusi udara.


Sejumlah proyek penelitian telah mengembangkan solusi berbasis alam. Baru-baru ini, terdapat kolaborasi ilmiah internasional NATURVATION yang telah meluncurkan 1.000 basis data solusi berbasis alam dari 100 kota di Eropa. Melalui data tersebut, kita dapat menjejahi tembok hidup di Cordoba, Spanyol; belajar dari atap hijau di Bologna dan Italia; serta mendapatkan wawasan tentang cara kerja distrik hijau di Stockholm, Gothenburg, dan Swedia.


Kembali kita bayangkan secara cepat menuju tahun 2050. Ketika kita berjalan keluar rumah dan menemukan seekor tupai yang melompat. Seketika kita berpikir bahwa makhluk-makhluk ini telah berhasil tumbuh sepanjang tahun dengan melawan berbagai seleksi alam. Kemudian kita memutuskan untuk berjalan kaki selama 20 menit menuju tempat bekerja dengan melewati jalur hutan kota. Maka kita akan menikmati perjalanan pagi ini dengan pemandangan danau, dimana kita juga dapat mengamati berbagai spesies burung yang berbeda.


Pada saat perjalanan menuju tempat bekerja yang ditutupi dengan atap hijau dan dinding hijau yang terletak tepat berada di luar area hutan, maka kita merasakan sebuah perasaan bahagia dan telah menyadari bahwa bagaimana semuanya telah berubah. Kita masih ingat bagaimana 20 tahun yang lalu terdapat tekanan dari kegiatan industri dan pihak pemerintah untuk membatasi penggunaan emisi karbon. Seketika itu kita akan bertanya-tanya mungkinkan ini semua telah berubah.


Solusi berbasis alam dapat membantu dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Solusi tersebut juga seringkali dinilai lebih murah dan tidak berisiko dibandingkan dengan solusi yang lebih berorientasi secara teknis. Pengembangan infrastruktur seyogianya selalu mengedepankan pengembangan teknis yang selaras dengan alam.


Pendekatan berbasis alam dalam pengembangan infrastruktur salah satunya dikenal dengan green infrastructure. Pendekatan tersebut merangkum berbagai solusi yang memanfaatkan material dan siklus alam, misalnya retrofitting pada bangunan untuk memaksimalkan sirkulasi dan cahaya matahari, pemanfaatan air hujan untuk air minum, dan pembangunan tanggul sungai yang tidak lagi menggunakan beton namun memanfaatkan bebatuan dan menanam tanaman disekelilingnya. Penyelarasan pembangunan infrastruktur dengan alam diharapkan mampu mencapai kelestarian dan keberlanjutan.


Disadur dari Vitaliy Soloviy dalam www.sustainability-times.com pada 5 Februari 2019


5 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page