top of page

PLTU Suralaya Masih Menjadi Andalan Jawa-Bali

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memiliki proporsi yang signifikan dalam sistem kelistrikan Indonesia. Dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2027 memberikan porsi PLTU hingga 54,4 persen. Ini menunjukkan bahwa bahan bakar fosil masih menjadi andalan sistem kelistrikan nasional hingga beberapa tahun mendatang. Guna memenuhi proporsi PLTU dalam RUPTL, pemerintah berencana menambah dua unit PLTU Suralaya di Cilegon untuk meningkatkan pelayanan listrik di Jawa dan Bali.


PLTU Suralaya dibangun 8 unit dalam 4 tahap dimulai pada tahun 1984 dan selesai pada tahun 2011 memiliki kapasitas 4.025 MW dapat menjangkau 20% penyediaan listrik di Jawa dan Bali. Guna mempercepat penyediaan listrik, pemerintah mulai membangun dua unit tambahan yakni unit 9 dan 10 pada tahun 2020 dan dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2023 untuk unit 9 dan unit 10 beroperasi pada tahun 2024. Persiapan awal yang dilakukan dalam pembangunan PLTU Suralaya pada tahun 2018 adalah penyiapan lahan untuk pembangunan unit 9 dan 10.


Penyiapan lahan dilakukan dengan meledakkan area bukit di sisi PLTU yang akan digunakan untuk pembangunan unit 9 dan 10 seluas 76 hektar. Peledakan bukit tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan peledak yang penggunaannya terlebih dahulu tanahnya harus dibor sedalam sekitar 6-7 meter agar mengurangi getaran yang dapat mengganggu masyarakat. Tahap pra-konstruksi ini diperkirakan akan selesai pada akhir tahun 2018 dna saat ini proses pra-konstruksi mencapai 86 persen. Sedangkan proses cut and feel yang berlangsung sebesar 55 persen dan akan terus dikebut agar dapat diselesaikan pada batas waktu bulan Juni 2018. Selain itu, Pihak PLTU juga akan membangun jalan menuju kampung sekitar karena jalan lama kampung rusak akibat proyek yang sedang dikerjakan.


PLTU masih menjadi andalan sistem ketenagalistrikan nasional. Selain mampu menekan Biaya Pokok Penyediaan (BPP), PLTU juga memiliki beberapa keunggulan teknis lainnya, seperti dapat dioperasikan dengan berbagai jenis bahan bakar (padat, cair, dan gas), dapat dibangun dengan kapasitas yang bervariasi, kontinuitas operasi yang tergolong tinggi, dan usia penggunaan yang relatif lama. Namun demikian, keberadaan PLTU kerap menuai isu bila dikaitkan dengan kelestarian lingkungan. Tingginya beban lingkungan akibat operasional PLTU yang kemudian berdampak pada kehidupan sosial dan kualitas kesehatan masyarakat setempat sering menjadi tantangan dalam pembangunan PLTU. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang matang dalam skenario penyediaan listrik di Indonesia, tanpa mengesampingkan sumber energi terbarukan yang lebih bersahabat dengan lingkungan.


Disadur dari M. Iqbal dalam news.detik.com pada 2 Mei 2018


4 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page