top of page

PLTB Tolo 1: Kebun Angin Skala Besar Kedua di Indonesia

Diperbarui: 2 Jun 2020

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) komersial skala besar berhasil diwujudkan Indonesia melalui PLTB Sidrap. Keberhasilan tersebut kemudian memicu pengembangan PLTB lainnya di Sulawesi. Melimpahnya potensi energi angin di Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan kemudian dimanfaatkan juga melalui pembangunan PLTB Tolo 1 sebagai pengembangan dari kebun angin skala besar di Indonesia.


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan perkembangan pembangunan PLTB Tolo 1 di Jeneponto, Sulawesi Selatan sudah mencapai 96,68 persen. Peletakan batu pertama proyek ini dilakukan pada pada 2 Juli 2018 lalu. Penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) telah dilakukan pada 14 November 2016 silam dengan masa kontrak selama 30 tahun dan harga jual yang disepakati sebesar 11,85 sen dolar AS per kWh. PLTB tersebut ditargetkan beroperasi pada 21 November 2018 mendatang. Total investasi yang dibutuhkan dalam pembangunannya mencapai US$160,7 juta.


PLTB Tolo 1 akan menjadi kebun angin skala besar kedua di Indonesia dengan kapasitas 72 MW. Estimasi produk listrik yang dihasilkan sebesar 198,6 GW per tahun, dengan kecepatan angin mencapai 6 meter perdetik (m/s) atau sebesar 30 persen. PLTB Tolo juga ditargetkan akan mereduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 160.600 ton karbon dioksida (CO2) per tahun.


PLTB Tolo 1 memiliki 20 unit dengan tinggi 133 meter dan panjang baling-baling 63 meter. Kapasitas masing-masing unit sebesar 3,6 MW. Listrik yang dihasilkan PLTB Tolo 1 akan disalurkan ke sistem transmisi PT PLN (Persero) dengan tegangan 150 kiloVolt (kV). Untuk penyaluran tenaga listrik, telah dibangun sistem baru, yaitu Substation Tolo dan telah termodifikasi pada substation PLN Jeneponto. Selain itu, dua unit transformator telah terpasang dengan kapasitas masing-masing sebesar 45 Volt Ampere (VA).


Pembangunan PLTB Tolo melibatkan 950 pekerja. Dari total pekerja tersebut, sebanyak 97 persen diantaranya terdiri dari Warga Negara Indonesia. Hanya 27 orang atau 3 persen pekerja yang berasal dari luar negeri. Jonan mengatakan pelibatan pekerja asing dalam proyek tersebut pun akan dibatasi hanya pada saat konstruksi saja. Selanjutnya, pada saat operasi jumlah tenaga kerja asing di proyek tersebut akan dipangkas tinggal seorang saja. Sedankan dari segi teknis, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Jonan mengatakan PLTB Tolo mencapai 42 persen.


Pembangkit listrik berbasis EBT umumnya bersifat intermiten. Hal tersebut menjadi tantangan sendiri bagi pengembang untuk mengoptimalkan pengoperasian pembangkit. Tantangan bisnis lain juga muncul dari besaran Biaya Pokok Produksi (BPP) dari pembangkit EBT yang umumnya lebih tinggi dibanding pembangkit tenaga fosil. Isu prakiraan cuaca secara khusus dapat berpengaruh pada produksi listrik tenaga bayu. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pengembangan pembangkit EBT merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam mewujudkan bauran EBT di dalam sistem kelistrikan nasional. Pemerintah terus mendorong pengembangan pembangkit EBT untuk memenuhi target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025.


Disadur dari cnnindonesia.com pada 26 September 2018


14 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page