Pengembangan konsep smart village atau desa cerdas telah menjadi salah satu upaya yang didorong oleh pemerintah Indonesia untuk mempercepat pembangunan desa, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Konsep ini tidak hanya mencakup penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pelayanan masyarakat, tetapi juga mencakup infrastruktur fisik, digital, dan regulasi yang mendukung. Namun, isu-isu infrastruktur masih menjadi kendala dalam mewujudkan smart village di berbagai daerah, terutama di luar Pulau Jawa.
Pulau Jawa sebagai pusat ekonomi dan pembangunan memiliki akses infrastruktur yang lebih maju dibandingkan daerah lain di Indonesia. Infrastruktur digital di Jawa lebih memadai dengan akses internet yang relatif cepat dan merata serta layanan TIK yang lebih siap digunakan untuk mendukung smart village. Kondisi ini berbeda dengan daerah di luar Pulau Jawa, yang menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan smart village. Kesenjangan digital antara Jawa dan luar Jawa disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dasar, seperti jaringan internet dan listrik yang belum menjangkau seluruh desa yang ada di Indonesia
Di daerah luar Jawa, terutama di wilayah yang jarang penduduknya dan memiliki jarak antar permukiman yang luas, infrastruktur digital sangat dibutuhkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Tantangan geografis membuat distribusi jaringan internet dan listrik menjadi tidak mudah sehingga akses ke teknologi informasi dan pelayanan digital masih terbatas. Untuk memanfaatkan TIK secara efektif guna meningkatkan pelayanan masyarakat dan mendukung perkembangan ekonomi desa, diperlukan upaya peningkatan infrastruktur digital, seperti perluasan jaringan internet, perluasan jangkauan aliran listrik, penguatan kapasitas teknologi, dan pembangunan pusat-pusat pelayanan terpadu.
Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Indonesia merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan infrastruktur digital dan pelayanan publik. Pemerintah telah berupaya meningkatkan konektivitas di wilayah 3T melalui berbagai program seperti pembangunan menara BTS (Base Transceiver Station), perluasan jaringan serat optik, dan pengembangan Palapa Ring yang menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan jaringan internet berkecepatan tinggi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan pembangunan infrastruktur digital melalui BAKTI dalam bentuk BTS 4G di 5.618 titik serta Palapa Ring sepanjang 446.712 km yang membentang di seluruh Indonesia dapat dioperasikan sepenuhnya pada tahun 2024. Kendati demikian, realisasi pembangunan infrastruktur digital di wilayah 3T secara umum masih menemui berbagai kendala, seperti medan geografis yang sulit, biaya yang tinggi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan teknologi tersebut.
Infrastruktur yang mendukung smart village tidak hanya terbatas pada fisik, seperti jaringan internet dan aliran listrik, tetapi juga mencakup regulasi dan kebijakan yang memungkinkan pemanfaatan teknologi secara optimal. Salah satu bentuk infrastruktur non-fisik adalah adanya website pelayanan terintegrasi yang memudahkan masyarakat mengakses berbagai layanan pemerintah secara daring. Regulasi yang mendukung implementasi layanan digital juga menjadi kunci agar pelayanan yang ada dapat terus diperbarui dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa.
Salah satu contoh praktik baik dalam penerapan smart village di Indonesia adalah program "Smart Kampung" di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Program ini telah berhasil mengintegrasikan teknologi digital dalam pelayanan publik desa dengan menyediakan website pelayanan terintegrasi yang memungkinkan masyarakat mengakses layanan kependudukan, administrasi, perizinan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, hingga informasi kepariwisataan. Inovasi ini tidak hanya memudahkan warga desa dalam mendapatkan layanan, tetapi juga meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Keberhasilan program Banyuwangi Smart Kampung juga didukung oleh adanya regulasi yang mengatur pelaksanaan pelayanan berbasis digital sehingga memberikan landasan hukum bagi pemerintah daerah dan desa untuk menerapkan TIK dalam pelayanan publik. Banyuwangi Smart Kampung juga telah menjadi city branding bagi kabupaten tersebut yang tidak hanya menarik perhatian wisatawan tetapi juga meningkatkan daya tarik investasi karena tersedianya infrastruktur digital yang baik.
Pemenuhan infrastruktur untuk smart village memiliki kaitan erat dengan upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Pembangunan infrastruktur digital di desa-desa dapat membantu mencapai tujuan ke-9 SDGs, yaitu "Industri, Inovasi, dan Infrastruktur," yang mendorong adanya infrastruktur yang tahan lama, inovasi, dan akses teknologi yang adil.
Selain itu, pengembangan smart village juga mendukung pencapaian SDGs tujuan ke-11, "Kota dan Komunitas Berkelanjutan," dengan menyediakan infrastruktur dan layanan yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa serta mengurangi kesenjangan antara kota dan desa. Dengan pelayanan publik yang lebih baik dan akses informasi yang mudah, desa-desa dapat menjadi lebih mandiri dan berkembang secara berkelanjutan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan dukungan pemerintah, peluang desa-desa di Indonesia untuk menerapkan smart village semakin terbuka lebar. Setiap desa memiliki potensi untuk mengadopsi konsep smart village sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokalnya. Untuk desa-desa di luar Jawa, pengembangan infrastruktur digital menjadi kunci utama dalam mendorong penerapan smart village. Investasi dalam pembangunan menara telekomunikasi, perluasan jaringan serat optik, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang teknologi dapat membantu desa-desa tersebut mengejar ketertinggalan dalam pemanfaatan TIK sehingga penerapan smart village di tingkat lokal desa mampu mendukung implementasi smart city secara menyeluruh.
Selain infrastruktur fisik, desa-desa juga perlu didorong untuk mengembangkan regulasi lokal yang mendukung penerapan smart village. Misalnya, kebijakan terkait pemanfaatan anggaran desa untuk pengembangan infrastruktur digital dan pelatihan teknologi bagi masyarakat. Desa juga dapat menjalin kerja sama dengan sektor swasta, universitas, dan lembaga non-pemerintah untuk mempercepat implementasi smart village.
Meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi, peluang untuk mengembangkan smart village di seluruh Indonesia tetap terbuka, terutama dengan dukungan pemerintah dan keterlibatan berbagai pihak dalam mempercepat pembangunan infrastruktur digital. Dengan pendekatan yang tepat, smart village dapat berkontribusi signifikan terhadap pencapaian SDGs dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat desa di seluruh Indonesia.
Korespondensi Penulis
Comments