top of page
Gambar penulisPSII Indonesia

Pengembangan Transportasi dan Wilayah di Pulau Jawa

Pada 2045, Bank Dunia memproyeksikan urbanisasi di Indonesia akan mencapai 220 juta penduduk, setara dengan 70% populasi. Jakarta sebagai kota terbesar mengalami lonjakan penduduk signifikan, namun dengan kekurangan 1,2 juta unit hunian (backlog). Kondisi ini mendorong munculnya permukiman di kota-kota satelit sekitar Jakarta, membentuk kawasan Metropolitan Jakarta yang berfungsi mendukung kegiatan ekonomi dan administrasi ibu kota. Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan kereta cepat meningkatkan interaksi antar wilayah mega-urban, misalnya Jakarta-Bandung dan Surabaya-Malang, yang mendukung proyek nasional di koridor Pulau Jawa, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kota Transit. Meskipun membawa pertumbuhan pesat, interaksi antar-kawasan ini juga menimbulkan isu seperti alih fungsi lahan, ketahanan pangan, ketimpangan wilayah, dan koordinasi lintas tingkat pemerintahan. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa perlu dikendalikan agar dampak negatifnya dapat diminimalisir.


Konektivitas dan Urbanisasi

Menurut Kamus Digital Pengembangan Wilayah dari Kementerian PUPR, konektivitas adalah kondisi yang memungkinkan terhubungnya beberapa pusat pelayanan untuk mendorong pertumbuhan wilayah. Dalam pembangunan Indonesia, konektivitas merupakan dasar penting yang mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan, terutama pada transportasi seperti jalan, kereta api, pelabuhan, dan bandara. Infrastruktur ini dikembangkan melalui program pemerintah dan investasi swasta untuk memperkuat keterkaitan sosial-ekonomi dan akses layanan dasar bagi seluruh penduduk. Pulau Jawa, sebagai pusat ekonomi, memiliki infrastruktur konektivitas signifikan, seperti jaringan jalan raya, jalan tol, dan rel kereta yang menghubungkan berbagai kota penting. Selain itu, pelabuhan dan bandara mendukung interaksi dengan wilayah luar Jawa. Meski demikian, terdapat tantangan seperti keterjangkauan dan kapasitas infrastruktur yang masih perlu ditangani.

Menurut Harahap (2013), urbanisasi adalah proses peralihan dari desa ke kota, mencakup wilayah dan masyarakat yang dipengaruhi oleh aspek fisik, sosial, ekonomi, budaya, dan psikologis. Di Indonesia, urbanisasi dimulai di Jakarta sebagai kota utama dan telah menyebabkan kepadatan populasi tinggi di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Masyarakat cenderung berorientasi pada kehidupan perkotaan yang dianggap lebih baik daripada pedesaan. Urbanisasi ini juga terkait erat dengan konektivitas infrastruktur, seperti jalan nasional dan rel kereta, yang mendorong pergerakan penduduk ke wilayah perkotaan. Infrastruktur penghubung tersebut menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat proses urbanisasi di Pulau Jawa.


Dinamika Konektivitas dan Urbanisasi Pulau Jawa

Keterhubungan antara konektivitas dan urbanisasi di Pulau Jawa berdampak besar pada pertumbuhan kota dan distribusi penduduk. Sebagai pusat industri dan jasa nasional, pengembangan infrastruktur di Pulau Jawa cenderung berbentuk koridor, seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang memperkuat interaksi antar kota besar. Konektivitas ini meningkatkan akses ke pasar, sumber daya, dan peluang ekonomi lokal, serta memacu pertumbuhan di kota-kota transit di sepanjang koridor. Namun, urbanisasi yang cepat memunculkan tantangan seperti kepadatan yang berlebihan, yang membatasi kapasitas kota dalam menyediakan layanan dasar. Keterbatasan ini telah memicu terbentuknya kota-kota satelit di sekitar metropolitan besar, seperti Jakarta dan Bandung, untuk mengakomodasi populasi pekerja yang tidak lagi tertampung di kota utama. Hal ini juga membawa masalah tambahan, seperti kemacetan, polusi, dan keterbatasan infrastruktur layanan publik, yang memperberat tantangan pembangunan di Pulau Jawa.


Kereta Cepat Jakarta – Bandung

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) juga memiliki dampak signifikan terhadap pola urbanisasi di Pulau Jawa, terutama dalam mendorong pertumbuhan wilayah sepanjang koridor kereta cepat. Infrastruktur ini memungkinkan konektivitas cepat antara Jakarta dan Bandung, mengurangi waktu perjalanan secara drastis, yang tidak hanya memfasilitasi mobilitas tetapi juga mendorong urbanisasi di kota-kota transit serta sekitarnya. Kawasan seperti Karawang dan Walini diproyeksikan menjadi pusat aktivitas baru, menarik penduduk serta investasi di sektor perumahan, komersial, dan industri.

Selain itu, kereta cepat ini memicu perkembangan kota-kota satelit, mempercepat distribusi populasi dari pusat kota Jakarta ke daerah sekitarnya, sehingga mengurangi tekanan di Jakarta yang sudah sangat padat. Pengembangan kota-kota transit di sepanjang jalur kereta cepat juga diharapkan mengurangi kemacetan dan mendukung pemerataan ekonomi, menciptakan wilayah yang lebih terhubung secara sosial dan ekonomi di sepanjang Pulau Jawa. Dalam konteks lebih luas, proyek KCIC mendukung strategi pemerintah untuk memperluas wilayah pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada Jakarta sebagai pusat utama, sehingga selaras dengan rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan pemindahan ibu kota. Dengan demikian, kereta cepat Jakarta-Bandung tidak hanya mendorong mobilitas tetapi juga menciptakan dampak positif pada tata ruang, distribusi penduduk, dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa.


Pemerataan Pembangunan

Pengembangan Pulau Jawa memiliki potensi besar dengan konektivitas kuat dari barat hingga timur, namun tantangan urbanisasi dan pembangunan infrastruktur memerlukan strategi khusus. Pemerintah telah menetapkan masterplan yang mencakup peningkatan infrastruktur di Koridor Ekonomi Jawa, seperti pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, dan jaringan transportasi massal termasuk MRT serta jalan tol untuk memperkuat keterhubungan antar kota dan provinsi. Selain itu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung diharapkan dapat diperluas ke wilayah timur. Untuk keberlanjutan, perencanaan tata ruang terintegrasi menjadi prioritas, dengan zonasi perkotaan, pedesaan, dan area hijau yang seimbang. Koordinasi antara pemerintah daerah di Pulau Jawa juga menjadi kunci dalam mengelola pembangunan bersama secara efektif. Pemerintah telah memperkuat ekonomi luar Jawa melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang telah terbentuk 21 KEK (Sei Mangkei, Tanjung Lesung, Palu, Mandalika, Galang Batang, Arun Lhokseumawe, Tanjung Kelayang, Bitung dan lainnya) pada tahun 2021. Selain itu, pemerintah juga melakukan proyek pemindahan ibu kota ke IKN sebagai langkah untuk mengurangi kepadatan di Jakarta dan mendorong pembangunan yang lebih merata.

Pengembangan infrastruktur dan peningkatan konektivitas di Pulau Jawa berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang lebih efisien. Proyek-proyek seperti jaringan jalan tol, kereta cepat, MRT, dan pelabuhan memperkuat hubungan antar kota dan antar provinsi, meningkatkan mobilitas dan mempercepat distribusi ekonomi di wilayah tersebut. Namun, pertumbuhan ini juga memunculkan tantangan, terutama terkait urbanisasi tinggi di kota besar yang menyebabkan kepadatan penduduk dan keterbatasan layanan dasar. Untuk menjaga keberlanjutan, pembangunan harus disertai dengan perencanaan tata ruang yang terintegrasi, serta koordinasi yang baik antara pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah telah berupaya meredam kepadatan dan ketergantungan pembangunan di Jawa melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN), diharapkan menciptakan pemerataan pembangunan dan mengurangi tekanan di Pulau Jawa. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mengatasi isu ‘Jawa Sentris’ dan mendorong pertumbuhan yang lebih merata di seluruh Indonesia.


Korespondensi Penulis


13 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page