Sejumlah wilayah di pelosok negeri belum menikmati listrik. Aliran listrik yang telah menjadi bagian terpenting dalam menjalankan roda kehidupan masyarakat belum sepenuhnya terdistribusi merata, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Data Potensi Desa (Podes) pada akhir tahun 2018 mencatat rasio elektrifikasi di Provinsi NTT yang merupakan daerah berbasis kepulauan baru mencapai sekitar 76 persen. Berbagai terobosan dilakukan pemerintah melalui PT PLN (Persero) untuk mencapai target 90 persen rasio elektrifikasi pada akhir 2019.
PT PLN (Persero) menargetkan pemasangan jaringan listrik gratis kepada 11.000 kepala keluarga tidak mampu di Nusa Tenggara Timur. Sambungan listrik gratis ini digenjot untuk dapat meningkatkan sumber daya listrik. Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur Bali dan Nusa Tenggara PLN, Djoko Abumanan menyatakan bahwa selama ini kendala dalam upaya penyambungan listrik di NTT adalah tidak tersedianya jaringan tegangan rendah yang mengaliri listrik ke calon pelanggan. Hal ini mengakibatkan pihaknya akan menambahkan infrastruktur baru berupa Jaringan Tegangan Menengah dan Tengangan Rendah lengkap dengan trafo distribusi untuk menghadapi kendala tersebut.
PLN juga berencana membangun Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV Ruteng – Bajawa. Pembangunan infrastruktur kelistrikan tersebut dilakukan untuk memperkuat dan memperluas jangkauan sistem interkoneksi transmisi 70 kV. Jaringan tersebut akan melewati beberapa kabupaten di NTT, yakni Manggarai Timur (Bojong) - Nagekeo, Ende (Kampung Ropa), Maumere, Wairita, dan Kabupaten Larantuka. Mempertimbangkan kondisi selama pembangunan SUTT 70 kV di jalur Ruteng - Ropa, PLN optimis penyambungan listrik tersebut dapat diselesaikan hingga akhir 2019. Pembangunan SUTT 70 kV Sistem Flores dari ujung barat hingga ujung timur memiliki panjang lintasan yang mencapai 600 kilometer sirkuit (kms).
Pembangunan jangka pendek pada kuartal III/2019, Ruteng - Bejawa akan dapat dioperasikan segera. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi terutama dari sisi geografis pulau yang berlembah menyulitkan pengangkutan material listrik seperti tiang, kawat, maupun trafo. Indonesia dalam hal ini terus berupaya melakukan program pemerataan pembangunan, salah satu contohnya yaitu dengan mendistribusikan aliran listrik secara merata ke berbagai wilayah pelosok negeri. Kondisi topografi wilayah Indonesia yang tergolong beraneka ragam, maka hal ini menjadikan sebuah tantangan bagi pemerintah tersendiri untuk memikirkan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam upaya penyediaan listrik bagi sebagian wilayah yang memiliki kondisi geografis wilayah perbukitan.
Rencana penyediaan listrik di kawasan kepulauan dapat mengedepankan pemanfaatan energi terbarukan. Studi IESR (2019) menunjukkan potensi energi terbarukan di provinsi tersebut mencapai 19.100 MW, namun kapasitas terpasangnya baru mencapai 19 MW. Potensi terbesar berasal dari tenaga bayu, surya, dan panas bumi. Berangkat dari potensi tersebut, optimalisasi sumber energi terbarukan di kawasan kepulauan dapat meningkatkan peluang masyarakat dalam mengakses jaringan listrik. Pengembangan listrik berbasis tenaga surya bahkan mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menyediakan listrik secara mandiri.
Disadur dari Rahma Tri dalam Tempo.co pada 14 Mei 2019
Comments