Kegiatan operasi dan pemeliharaan bendungan harus dilakukan secara komprehensif
Belanda merupakan salah satu negara yang sukses dalam mengaplikasikan bendungan untuk mencegah banjir di masa depan. Pembangunan bendungan pernah diaplikasikan Pemerintah Belanda di Indonesia melalui Bendungan Prijetan pada tahun 1910 hingga 1916. Sudah lebih dari 100 tahun Bendungan Prijetan beroperasi, terutama untuk menunjang sistem irigasi tiga kecamatan di Kabupaten Lamongan. Belajar dari sejarah, Indonesia pun terus berupaya mereplikasi pembangunan bendungan di sejumlah daerah, salah satunya di Kabupaten Ponorogo dan Madiun.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak tahun 2013 telah melaksanakan pembangunan Bendungan Bendo di Kabupaten Ponorogo dan Madiun, Jawa Timur. Total luas lahan untuk pembangunan Bendungan Bendo mencapai 295 hektare. Dirancang dengan luas genangan mencapai 169,64 hektar, bendungan ini dapat menampung air hingga 43,14 juta meter kubik. Bendungan Bendo setinggi 71 meter akan membendung Sungai Keyang, anak sungai Bengawan Madiun.
Bendungan Bendo didesain sebagai bendungan multiguna yang mendukung kebutuhan irigasi 7,700 hektare lahan pertanian di dua kabupaten. Bendungan ini juga menjadi sumber air baku domestik dan industri. Kapasitas air baku untuk Madiun mencapai 418 liter per detik, sedangkan Ponorogo sebesar 372 liter per detik. Selain menjadi sumber pengairan dan air baku, bendungan ini juga dapat mengurangi debit banjir di kawasan perkotaan Ponorogo hingga 70%.
Hingga Januari 2019, progres pembebasan lahan telah mencapai 94% dan progres konstruksi sebesar 77%. Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA), Kementerian PUPR mengatakan sebelumnya pembangunan Bendungan Bendo sempat tertunda karena kendala pembebasan lahan. Luas lahan yang berhasil dibebaskan mencapai 277 hektare atau 93,90 persen. Namun demikian, Kementerian PUPR tetap menargetkan pembangunan Bendungan Bendo selesai pada tahun 2019.
Pembiayaan pembangunan Bendungan Bendo bersumber dari dana APBN. Dana yang dihabiskan untuk pembangunan tersebut mencapai Rp 716,58 miliar. Proses pembangunan bendungan melibatkan Kerjasama Operasional (KSO) Wijaya Karya, Hutama Karya, dan Nindya Karya.
Daya tarik bendungan semakin kuat di Indonesia. Pada periode 2014 – 2019 setidaknya terdapat 65 bendungan yang menjadi target lanjutan pembangunan maupun pembangunan baru yang tersebar di Indonesia. Bendungan menjadi infrastruktur yang kian memberikan beragam manfaat bagi daerah. Tidak hanya sebagai sumber penyediaan air baku dan irigasi, namun saat ini juga sering digunakan untuk mengalirkan air bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Keberadaan bendungan di suatu daerah kini juga memberikan daya tarik pariwisata hingga akhirnya dikembangkan sebagai tujuan rekreasi masyarakat.
Pembangunan bendungan mungkin menemukan berbagai tantangan, namun pemeliharaannya juga bukanlah hal yang mudah. Kegiatan operasi dan pemeliharaan bendungan harus dilakukan secara komprehensif. Pengelola bendungan dapat melakukan pemantauan rutin terhadap tubuh bendungan, sementara masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan tidak membuang sampah ke sungai berakibat pada penumpukan sampah di bendungan. Upaya pemeliharaan bendungan diharapkan mampu meminimalisir ancaman bencana dan kerugian yang mungkin timbul akibat kegagalan bendungan.
Disadur dari Ali Ahmad Noor Hidayat dalam bisnis.tempo.co pada 5 Januari 2019
Comments