top of page

Analisis Pergerakan Perkotaan Berbasis Data: Bagaimana Data Mengubah Cara Kita Melihat Kota?

Materi disampaikan oleh Prof. Ronghui Liu (Professor of Networks and Transport Operations Institute for Transport Studies (ITS) University of Leeds) dalam 16th EASTS Conference 2025



Perkembangan teknologi dan melimpahnya sumber data telah mengubah cara kita memahami pergerakan manusia di perkotaan. Di masa lalu, perencana kota mengandalkan survei manual, travel diary, dan kuesioner yang memberi wawasan mendalam tentang motivasi perjalanan. Namun seringkali mahal, memakan waktu, dan hanya merepresentasikan sebagian kecil populasi. Kini, data dari ponsel, GPS, sensor lalu lintas, dan sistem tiket elektronik menyediakan gambaran yang jauh lebih luas dan dinamis. Kita bisa melihat pola pergerakan orang pada level harian, mingguan, bahkan musiman, serta merespons perubahan itu secara lebih cepat.



ree

Gambar 1. Evoluasi Analisis Keruangan dalam Pergerakan Perkotaan

Sumber: Materi presentasi Prof. Ronghui Liu, 16th EASTS Conference 2025


Peralihan ini bukan sekadar soal volume data. Yang lebih penting adalah kualitas wawasan yang muncul ketika data spasial dan temporal dipadukan. Sistem Informasi Geografis (GIS) memungkinkan pengaitan data lokasi dengan atribut non-spasial. Sehingga arus manusia dapat dipetakan ke jaringan jalan dan moda transportasi. Teori jaringan menambah dimensi analitis menjadikan stasiun, halte, dan persimpangan sebagai node, sedangkan rute dan ruas jalan menjadi tautan yang dapat dianalisis untuk menemukan titik penentu konektivitas, klaster kemacetan, dan jalur kritis yang memengaruhi seluruh sistem.


Dalam praktiknya, manfaat metode berbasis data terasa di banyak tingkatan. Pertama, dalam desain layanan transportasi, analisis aliran penumpang pada jaringan bus atau rel dapat mengungkap tumpang tindih rute, area yang kurang terlayani, atau titik transfer yang menyebabkan keterlambatan berulang. Dengan informasi tersebut, operator dapat merancang ulang rute, menyesuaikan frekuensi layanan, atau menambah layanan pengumpan. Tanpa harus menunggu hasil survei yang memakan waktu. Kedua, pada pengelolaan infrastruktur, simulasi terganggunya ruas jalan akibat bencana atau konstruksi membantu menentukan ruas mana yang paling vital bagi aksesibilitas kota, sehingga perbaikan dan mitigasi prioritas dapat dilakukan secara lebih terencana.


Masalah kemacetan pun dapat ditangani lebih sistematis. Data kecepatan dan arus lalu lintas yang dikumpulkan berulang memungkinkan visualisasi kemacetan sebagai fenomena yang berubah sepanjang hari dan minggu. Teknik seperti analisis klaster dan teori perkolasi membantu mengidentifikasi ambang kritis ketika gangguan lokal dapat memicu kemacetan sistemik. Dari situ muncul strategi intervensi yang lebih efektif, bukan sekadar menambah kapasitas jalan, tetapi merancang pergeseran moda, optimasi sinyal, atau kebijakan pembatasan yang menarget titik lemah terbesar.


ree

Gambar 2. Visualisasi Distribusi Arus Penumpang dan Indikator Pemusatan Pekerja pada Jam Sibuk di Hari Kerja (7 – 8 pagi) di jaringan tram Amsterdam

Sumber: Materi presentasi Prof. Ronghui Liu, 16th EASTS Conference 2025


ree

Gambar 3. Analisis keruangan pada seksi jalan paling kritis di Valencia (kiri) dan Sardinia (kanan)

Sumber: Materi presentasi Prof. Ronghui Liu, 16th EASTS Conference 2025



Selain itu, model prediktif berbasis kecerdasan buatan memungkinkan operator memproyeksikan permintaan penumpang dengan akurasi yang meningkat. Prediksi ini berguna untuk penjadwalan dinamis, penempatan armada, dan pengaturan kebijakan tarif yang responsif terhadap kebutuhan nyata. Menariknya, penelitian menunjukkan tingkat prediktabilitas pergerakan individu yang relatif tinggi, seperti banyak orang mengikuti rutinitas yang dapat dikenali. Hal ini membuka peluang untuk merancang layanan yang lebih tepat sasaran selama data tersebut diproses secara anonim dan etis sehingga privasi tetap terjaga. 


Namun potensi besar ini datang dengan tantangan nyata. Kualitas dan konsistensi data seringkali menjadi penghambat karena sumber data memiliki format, cakupan, dan akurasi yang berbeda. Penggabungan data memerlukan standar interoperabilitas dan proses pembersihan yang cermat. Isu privasi adalah perhatian utama seperti penggunaan data ponsel dan sistem tiket harus diawasi agar tidak melanggar hak individu. Oleh sebab itu, kerangka hukum dan teknik privasi seperti agregasi, pengacakan, dan differential privacy perlu diadopsi untuk memastikan data dapat dimanfaatkan tanpa mengorbankan identitas warga.



Lebih jauh lagi, penerapan analitik berbasis data menuntut kerja lintas disiplin. Perubahan kebijakan yang efektif memerlukan kolaborasi antara perencana kota, ilmuwan data, insinyur transportasi, dan pembuat kebijakan. Tanpa sinergi tersebut, hasil analisis mungkin tidak relevan atau sulit diimplementasikan secara operasional. Di level administratif, investasi pada infrastruktur data seperti platform integrasi, kemampuan pemrosesan real time, dan sumber daya manusia terampil juga tak dapat diabaikan.


Untuk membuat pendekatan ini berkelanjutan, beberapa langkah praktis bisa diambil. Pertama, pembuat kebijakan perlu menetapkan standar data terbuka yang aman. Data yang disediakan untuk analisis harus bersifat anonim dan mudah diintegrasikan antar instansi. Kedua, uji coba atau pilot project di area terbatas sangat berguna untuk menilai dampak sebelum penerapan skala penuh. Misalnya, pilot integrasi data smart card dan data ponsel pada sebuah koridor angkutan umum dapat menunjukkan bagaimana pola permintaan dan kebutuhan transfer berubah setelah intervensi layanan.


Perlu juga ditekankan bahwa solusi berbasis data tidak harus selalu mahal atau kompleks. Banyak intervensi rendah konsumsi data seperti redesain titik transfer, perbaikan informasi rute, atau pengaturan sinyal adaptif berdasarkan data arus kendaraan dapat memberikan manfaat signifikan dengan investasi relatif kecil. Keterlibatan masyarakat melalui portal pelaporan masalah transportasi atau survei singkat berbasis aplikasi juga dapat memperkaya dataset dan meningkatkan legitimasi kebijakan.


Akhirnya, suksesnya transformasi digital mobility bergantung pada kepercayaan publik. Transparansi tentang bagaimana data dikumpulkan, diproses, dan digunakan harus menjadi prioritas. Kebijakan yang jelas tentang retensi data, akses publik, dan mekanisme pengawasan independen akan membantu menyeimbangkan manfaat teknis dengan hak privasi warga. Ketika kepercayaan itu terbangun, data tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai sumber daya publik yang dapat memperbaiki kualitas hidup di kota.



Secara ringkas, analisis pergerakan perkotaan berbasis data adalah alat transformasional untuk merancang kota yang lebih adaptif, efisien, dan manusiawi. Dengan menggabungkan GIS, teori jaringan, big data, dan kecerdasan buatan, kita dapat memahami dinamika mobilitas pada tingkat yang sebelumnya tidak terbayangkan. Tantangannya yaitu mulai dari kualitas data hingga etika privasi. Tetapi dengan standar yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, pendekatan ini bisa menjadi landasan bagi kota yang lebih baik bagi semua warganya.


ree

Gambar 4. Kerangka Pengajuan Jaringan MTL Metro

Sumber: Materi presentasi Prof. Ronghui Liu, 16th EASTS Conference 2025


Korespondensi Penulis

Tanuda Pedro Rusdiono /tanudapedro@gmail.com 


Artikel ini disusun berdasarkan materi yang disampaikan oleh Prof. Ronghui Liu

(Professor of Networks and Transport Operations, Institute for Transport Studies – University of Leeds)

pada 16th EASTS Conference 2025.



Daftar Literatur

  • Axhausen, K. W., Zimmermann, A., Schönfelder, S., Rindsfüser, G., & Haupt, T. (2002). Observing the rhythms of daily life: A six-week travel diary. Transportation, 29(2), 95–124. https://doi.org/10.1023/A:1014247822322

  • von Behren, S., Chlond, B., & Vortisch, P. (2018, January). Bringing travel behavior and attitudes together: An integrated survey approach for clustering urban mobility types. In Transportation Research Board (TRB) 97th Annual Meeting (pp. 1–16). Transportation Research Board.

  • Fairnie, G. A., Wilby, D., & Saunders, L. E. (2016). Active travel in London: The role of travel survey data in describing population physical activity. Journal of Transport & Health, 3(2), 161–172. https://doi.org/10.1016/j.jth.2016.02.004

  • Gao, S. (2015). Spatio-temporal analytics for exploring human mobility patterns and urban dynamics in the mobile age. Spatial Cognition & Computation, 15(2), 86–114. https://doi.org/10.1080/13875868.2014.999845

  • Song, C., Qu, Z., Blumm, N., & Barabási, A.-L. (2010). Limits of predictability in human mobility. Science, 327(5968), 1018–1021. https://doi.org/10.1126/science.1177170

  • Luo, D., Cats, O., & van Lint, H. (2020). Can passenger flow distribution be estimated solely based on network properties in public transport systems? Transportation, 47(6), 2719–2743. https://doi.org/10.1007/s11116-019-10016-1



 
 
 

© 2025 by Pusat Studi Infrastruktur Indonesia

bottom of page